Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘@menghunjam’s poem’ Category

Senja nan sendu

Duduk aku disudut keramaian. Ditemani senja yang kelabu. Banyak manusia bicarakan cerita. Ditengah kepulan asap tembakau.

Aku merenung ditemani segelas kopi restoran. Menikmati perih dihari. Entah berapa batang sudah tembakau yang kubakar. Sekedar ungkapan hati yang gusar.

Wanita itu kembali membumbung di angan. Kesempurnaannya yang tak terbantahkan. Oh aku kembali merindu.

Dia yang tak mungkin lagi kumiliki. Dia yang relakan hatinya diikat lelaki selain aku. Dia yang bersuka di hari minggu.

Asa kembali membara. Tapi hanya sisakan nelangsa. Berjelaga aku dalam duka. Bayangkan ia yang kupuja.

Di ujung senja ini aku tertegun. Habiskan kopi yang tersaji. Mendung penuhi cakrawala. Seakan mengerti hati luka.

Mungkin inilah sakit terbaikku. Perlahan terdengar adzan Maghrib menggema. Saatnya aku berlalu, dan tinggalkan semua kenangan itu. Hanya satu tanyaku. Sanggupkah aku melakukan itu?

Read Full Post »

Aku pun masih terduduk di sini, menatap langit tak bertepi.
Ringkih tubuh termakan usia, meski bahagia belum menjelma.
Ratusan, ribuan, jutaan doa sudah terlontar, menggelinding saat sedang menghadapNya.
Tapi hanya ini yang kudapat, termenung di sunyi yang tak pasti.

Adakah keadilan di sini? Ataukah ada jalan yang belum kulalui?
Berceruk tanya dipalung hati, mengais sisasisa jawabNya.
Manusia memang tak sempurna, dan aku salah satunya.
Salahkah bila aku meminta? Mengharap untuk kebaikan bersama.
Bisu, sepi seakan tidak berisi.
Kembali aku bersunyi dibawah kelabu pagi.

Read Full Post »

Peluh berjelaga.
Sepi meronta.
Ruang ini hampa, tanpa sesiapa.
Hanya aku, nyawa, dan sekumpulan rindu yang luka.
Gemeletak bunyi hujan mulai menyapa.
Kian riuhkan isi kepala.
Saat ini senja.
Tapi langit tak jingga.
Sebab hujan sedang berkuasa.
Terdengar para katak berpesta.
Di sela lirih suara rinduku yang kian terluka.

Read Full Post »

Senja, cinta, kenangan lama. Semua hanya terbitkan luka. Curahkan cahaya duka di segenap daratan rasa.
Telah aku selami ribuan senja, coba raih indah cakrawala, berharap cinta tersembunyi di baliknya. Sia-sia!
Ribuan jam aku lewati berpayung senja. Lontarkan selaksa tanya padaNya. Di manakah cinta berada? Lelah aku menguntainya dari serpihan luka.

Angin senja, bola api di langit, sejumput harap manusia. Berdiam di tempat semula.
Dan aku memilih diam. Ketimbang terus berlari untuk sebuah kesia-siaan. Mungkin cinta hanya ada di puncak pegunungan. Atau dasar lautan.
Langkah waktu pun dihentikan air mata. Sejenak terdiam di sana. Beri waktu bagi anak manusia tuk berpikir. Bahwa cinta ialah sia-sia.

Pernah aku memendam harap akan cinta dalam kendi kehidupanku. Sebelum ia tertimbun debu dan pecah hingga tak berbentuk.
Aku ingin menangis di pangku Bunda, bercerita segala di hadapan Ayah. Bertanya bagaimana mereka bisa terpeluk cinta sedang aku tidak.
Aku sering mengucap sia-sia pada perjalananku. Karena sia-sia. Ya, sia-sia!! Hanya doa yang terlepas dari sia-sia. Sebab kuasaNya.

Daundaun musim kering, ajaklah aku berdansa! Kita kan menari di bawah permadani cinta. Lupakan cinta, lupakan kenangan lama. Aku terluka!!
Angin semilir di beranda, nyanyikanlah sebuah lagu tanpa cinta. Lalu kecup aku, hisap kesedihan dalam mataku. Lekas!! Aku lelah menahannya.

Read Full Post »

Kita berjalan saat hujan menyalak, kaburkan cerah di langit bumi. Gemuruh guntur silih berganti menyanyi, lagukan riuh di bagian hari.

Hingga malam terjejak, kita saling mendekap di sebuah tempat yang harusnya senyap. Namun kita enggan bersunyi, lalu bicara, tertawa tanpa hiraukan aturan yang ada.

Aku coba suratkan hasrat lewat jemari, lewat tatap mata, lewat bisik-bisik di tengah manusia yang seakan tanpa suara.

Kita saling genggam, tatap menatap, bersuara lalu bicara, bumbungkan mesra ke puncaknya. Sesekali sentuh-sentuh asmara bermain manja. Menggeliat ketika gelap-gelap buatan tersirat.

Hingga kurasa ambigu tak lagi kekal, aku coba ciptakan pasti dalam akal. Sikapmu kuambil sebagai dasar, senyum dan tatap matamu jadi pondasi besar. Bahwa kita sedang bernaung di bawah langit-langit cinta.

Read Full Post »

Rinduku Terluka

Pada bintang malam aku menunduk.

Merangkak tertatih di bawah tatap bulan.

Malam ini tak hamparkan kasih.

Rinduku tak jua terbaca.

Malam terlihat jumawa.

Tertawakan aku yang dipenjara rasa.

Rindu menguasa dalam relung jiwa.

Nelangsa bersenandung hingga gema.

Rinduku terluka.

Read Full Post »

Aku dirudung kegelisahan.

Semacam terdiam di tepian tebing khayalan.

Aku nanti sebuah kehadiran.

Dia, wanita yang jadi pujaan.

Aku tunggu sapaan darinya, lalu melarut dalam suatu pembicaraan.

Saat malam tak lagi pendarkan cahaya yang menyilaukan.

Hingga hanyut aku dalam lamunan, terbawa arus ketidakpastian.

Sungguh, alur rindu ini sangat tidak membahagiakan.

Juwita, aku ingin aksara kita berpelukan.

Sebagaimana hari-hari lalu yang menawan.

Datanglah, tuangkan air pembasuh rindu ke dalam cawan.

Biar kuhabiskan.

Karena rindu ini mulai memuakkan.

Read Full Post »

Aku kehilangan kata.
Aksara tak kunjung menjelma.
Kidung waktu seperti hilang irama.

Penaku tak bertinta.
Mengering ia sekering-keringnya.
Puisi tak mampu tercipta.

Hariku hampa.
Hening-hening menjadi penguasa.
Kalimat cinta berubah makna.

Entah apa yang kurasa.
Kesucian pagi seakan tak lagi menggoda.
Jingga senja pun tidak lagi memesona.

Aku sedang berduka, aku terluka.
Misteri cinta hadirkan nelangsa.
Benamkan aku dalam air mata.

Read Full Post »

Jika Cinta

Jika cinta hanyalah sebuah kata, mengapa aku tak pernah bisa mengejanya dengan sempurna.

Jika cinta adalah jendela keindahan dunia, mengapa aku rasa buta setiap melihatnya.

Jika cinta adalah tirai bahagia, mengapa air mata luka selalu hadir saat aku coba menyingkapnya.

Lalu seperti apakah aku di matamu hai cinta?

Read Full Post »

Kamu tau?

Kamu tau? Aku mencintaimu tanpa mengetahui darimana muncul rasa cinta itu.

Kamu tau? Aku sering sengaja membisu hanya agar kau mencari tau tentangku.

Kamu tau? Aku tersiksa saat harus menantikan jawabmu, sepertinya waktu tak pernah bersahabat dengan gundahku.

Kamu tau? Ceritamu tentang sesuatu terkadang menarik senyum hingga tawa di wajahku, meski tak jarang ada sakit terselip dalam kalbu.

Kamu tau? Aku mencintaimu, sudah kuungkap itu padamu. Maka jawab aku, sudahi deritaku.

Read Full Post »

Pada Matamu

Pada matamu aku temukan teduh tanpa batas, ramah yang luar biasa seakan terbentang luas.

Pada matamu aku terselamatkan dari cahaya yang lindap, lembah gelap. Sinarnya hadirkan terang yang mendekap.

Pada matamu aku tersentuh gejolak rasa. Mungkin suka, perlahan cinta, sungguh aku telah tergila.

Pada matamu, ya pada matamu hai wanita. Aku jatuh cinta, sangat memuja. Bisakah kau hilangkan tanya, lalu biarkan cinta tumbuh di antara kita.

Read Full Post »

O Malam

O malam, yang di langitnya bintang tak lagi terbaca, hingga hilanglah sekumpulan cahaya, bisakah kau hapuskan luka?

O malam, yang beri gigil di seluruh raga, lekatkan sunyi bersama udara, sanggupkah engkau beri aku cinta? Dahagaku terbit karenanya.

O malam, yang gelap pekatnya selalu membahana, buat kelam seketika meraja, berilah aku tawa, aku sedang berduka.

O malam, inilah tanya, sesuatu yang ingin kuungkap dari jiwa. Jawablah, jangan hanya bisu sepanjang masa.

Read Full Post »

Di Tengah Mimpi

Di tengah mimpi. Jerit manusia menyayat hati, ‘lari-lari’ ‘sembunyi’.

Di tengah mimpi. Surau-surau keras bernyanyi, raung doa manusia memecah sunyi.

Di tengah mimpi. Abu, kerikil, awan pekat menutupi bumi. Hancurkan tenang dalam diri.

Di tengah mimpi. Kami bicara pada Tuhan kami, pintakan selamat bagi saudara kami. Lindungi kami.

Di tengah mimpi. Merapi terbatuk lagi.

Read Full Post »

Di antara gedung tinggi, di sela waktu yang berlari. Aku termenung sendiri, khayalkan masa depan yang sinarnya mulai lari.

Sempat timbul ingin untuk memaki, ucapkan selaksa kata benci, lalu meninju setiap petuah di sekitar diri.

Tuhan, tolong aku. Aku kehilangan mimpi.

Teringat gelegar tawa penguasa, kata-kata yang menghina, kesombongan yang hadir tengah mereka.

Perlahan-lahan ku seka airmata, coba lapang dada dengan semua nyata. Meski luka menganga lebar dalam jiwa.

Tuhan, hamba bertanya. Inikah jawaban segala doa?

Karena kehidupanku seperti kisah tragis dalam drama, ceritanya tak sesuai rencana. Hingga runtuhlah tembok cita-cita, bangunan bahagia. Yang puingnya hancur tak bersisa.

Masih aku di sini, di antara gedung tinggi, berteman sepi, menatap cakrawala tanpa mentari, sendiri. Sambil menyimpan sakit yang teramat dalam hati. Harapku mati.

Read Full Post »

Senja di Jakarta

Kau tercipta sangat langit berarak senja, sedang termenung di salah satu meja. Di dalam gedung megah di tengah kota Jakarta.

Indah matamu kala itu terlukis sempurna, di antara lalu lalang manusia, di sela ratusan tawa yang membahana.

Ranum senyummu ku curi lewat sudut mata, ketika kau tak menyadari hadirku di sana. Meski entah untuk siapa saat itu kau menyajikannya.

Anggun gerakmu terangkum saat kau melangkah pergi dari meja, lalu menujuku yang sedang tenggelam dalam canda.

Santun sikapmu terbaca jiwa, kala lembut ucapmu merasuki gendang telinga. Membuatku gagap seadanya, lalu membisu seketika, seakan tak mampu berkata apa-apa. Ada gejolak hebat kurasakan dalam dada.

Senja itu aku terpesona oleh indahnya mata. Senja itu aku terbuai oleh kesempurnaan seorang wanita. Senja itu aku jatuh cinta.

*memori beberapa senja yang lalu di tengah padatnya ibukota*

Read Full Post »

Akulah Pemimpi

Akulah pemimpi, pembenci semua nyata di dunia ini. Menyukai bahagia dalam fantasi.

Akulah pemimpi, penderita sakit jiwa di relung hati. Menyulam sepi dengan benang sunyi.

Akulah pemimpi, penikmat semu yang terjadi. Merasa tertawa tanpa ada sadar dalam diri.

Akulah pemimpi, pertapa yang ingin jadi bestari. Mencari ilmu di puncak giri.

Akulah pemimpi, pengais tangis para bidadari. Menghindari ikatan duniawi.

Akulah pemimpi, pengecut yang ingin lari. Meninggalkan kesalahan lalu sembunyi.

Akulah pemimpi, pesakitan yang akhirnya menyesali. Menyerah saat karma mendekati.

Akulah pemimpi, pendosa yang takut mati. Menghindar ketika jalan pahala menghampiri.

Akulah pemimpi, pemilik stigma di kehidupan ini. Melesapkan segala baik hingga tak tersentuh lagi.

Akulah pemimpi. Akulah aku.

Read Full Post »

Tentang Aku dan Malam

Aku mulai menyukai malam.
Waktu di mana kau tiba-tiba hadir dalam hidupku, menyusup di antara suasana bisu.

Aku mulai merindu malam.
Waktu di mana kita bisa menukar aksara, menggila, tertawa, bicara tentang apa saja.
Hingga ingin hari terhenti, usah pagi, biarlah terjebak di sini. Saat cinta menjajah hati.

Aku mulai mencinta malam.
Waktu di mana aku bisa menggenggam erat jemarimu, menyentuh kulitmu, memainkan anak rambutmu. Teriakkan cinta ke segala penjuru, menangkap hembus angin yang beraroma rindu.

Aku mulai membenci malam.
Waktu di mana kau tak kunjung jadi nyata, lalu diammu berkuasa, segala angkuh melesat sempurna. Tumbuhkan puluhan tanya, benamkan aku dalam nelangsa. Luka meraja.

Aku mulai lupakan malam.
Berikut bayangmu, dirimu, segalamu, dan hasratku. Pilu…

Read Full Post »